'
SEMANGAT MENULIS SEMOGA TETAP TERPELIHARA OLEH PEMIKIR ISLAM.
INNA LILLAHI WAINNA ilaihi rooji'uun Uda Azyumardi Azra telah tiada, Semoga diampuni segala dosanya dan dilipatgandakan ganjaran amal kebajikannya sehingga layak ditempatkan di syurga bersama orang orang yang dicintai Allah Swt. Kita semua merasa sangat kehilangan, beliau adalah penulis yang kinsisten kata mereka yang membaca karyanya beliau tak terpengaruh oleh kekuatan Penguasa. Jabatan beliau yang terakhir adalah Ketua Dewan Pers. Jabatannya yang teralhir adalah Informasi terakhir yang sangat menggembirakan hati adalah bahwa almarhum setiap pagi atau setiap subuh harus menyelesaikan sebuah tulisan secara utuh. Setiap hati.
Terus terang saya berusaha membuka mata adalah ketika pada era mereka, semula saya jumpa dengan Zulkarnain Jabbar, diantara mereka maka Uda zulkarnain paling lincah dalam bicara, lalu dalam berbagai kesempatan saya juga banyak jumpa dengan Azyumardi, Qomaruddin Hidayat, Ikbal R. Saimima, dan Fachri Ali, lalu dalam kesempatan lain saya jumpa Jakky Syiraj dan juga kenal Sudirman Teba di kesempatan lainnya. mereka mereka itu adalah para pendekar di masanya dahulu, pada saat itu mereka adalah mahasiswa di Jakarta, tentui saja kami sebagai mahasiswa dari daerah jelas memandang mereka dengan penghlihatan yang silau, tetapi sebagaimana mahasiswa saya pada saat itu tak memiliki kekaguman yang berarti, sehingga saya tak memiliki rasa segan serta pekiwuh, perasaan itu datang setelah banyak mengenal siapa mereka.
Ya ... ini ruang kerja saya, silakan duduk ... kata Uda Azyumardi Azra mata saya tak lepas memandangnya, dia berprawakan gemuk... dan sepertinya tidak terlalu berusaha untuk menjadi pria ganteng. Dia tampil biasa saja. Bibirnya bergerak seperti komat kamit ... saya kita dia ingin membersihkan sisa makanan yang mungkin masih menyisakan rasa ... dan beliau sepeti ingin menuntaskan, tetapi saya tak melihat ada sampaj makanan atau piring kotos doi sekitar ruangan yang rada sempit itu, dan juga tak ada tanda tanda beliau abis memakan makanan yang pedas.
Kalo pas datang ke Jakarta ke sini aja, kita ngobrol di sini, nanti kawan kawan biasa kumpul di sini, ruangan belaiu pada saat itu persis di bawah tangga menuju lantai II, Apa ke gioatan di Lampung sekarang tanyanya kep[ada saya ... yah biasa biasa saja, tetapi kamiu sering kongkow sama Muhajir Utomo Dema UNILA, beliau sebenarnya Asisten Doses di Unila, kawan kawan di Unila yang memiliki nilai bagus banyak bantu bantu dosen dalam meneliti kata saya membanggakan orang lain, saya belum punya inspirasi untuk melagakkan diri di depan Azyumardi.
Setelah saya melihat nama Azyumardi Azra, Qomaruddin Hidayat, dan Iqmal AR Saimima tercantum di Majalah Panji Masyarakat yang didirikan Oleh Buya Hamka saya langsung merasa adanya majalah yang hukumnya wajib saya baca pada era itu karena di sana hadir nama nama mereka yang saya kenal, dan saya sukai tulisan tulisannya. Tetapi saya bertanya tanya kenapa nama Fachri Ali tak tercantum di Panji Masyarakat.
Nama nama yang menjadi pertanyaan dalam pemikiran saya umunya adalah pemilik nama nama yang sering menulis di Harian Kompas. Pada saat iktu memang kami Mahasiswa umumnya berebut mengirimkan tulisannya di Kompas. Aduh alangkah bahagianya tulisan diterima oleh Kompas untuk di muat terserah di runrik manapun. Jangankan di Harian Kompas, tulisan saya paling banter dimuat di Lampos. Tetapi bangga juga lho bisa di muat di Lampus. Kata orang Lampos bahwa tulisan yang muat di Lampos itu berarti menyisihkan lima puluhan ytulisan lainnya, karena tulisan yang masuk setiap harinya ada sekitar 50-an naskah lebih. Demikian kata Budi Hutasuhud seorang sahabat yang pada saat itu bekerja di Lampost. Bayangkan gembisanya kawan kawan mahasiswa yang tulisannya di muat di Harian Kompast.
Sudirman Temba banyak cerita kepada saya tentang bagaimana kawan kawan Mahasiswa berlomba ingin tulisannya diterima di Kompast di muat di Harian yang pada saat itu paling dihormati. Maka seorang yang paling banyak tulisannya diterima oleh Kompast adalah Fachri Ali, sepertinya Ia paham betul bagaimana strateginya. Setidaknya Sudirman Teba pernah cerita hari ada setumpuk tulisan kawan di meja belajar Fachri Ali tumpukan tulisan itu bisa menutupi wajah Fachri Ali kata Sudirman dalam menggambarkan banyaknya tulisan kawan kawan yang meminta dikoreksi agar bisa dimuat di Koran Harian Kompast. Karena pada saat itu tiba tiba menjadi ukuran bahwa tulisan yang dimuat dimuat diHarian Kompas bahwa berarti tulisan itu sudah mendekati kesempurnaan, walaupoun belum tentu benar.
Tetapi laur biasa kata Sudirman Teba, tulisan tulisan kawan kawan itu sebelum Fachri tidur atau setidaknya sebelum Fachri sholat Subuh sua sudah terkoreksi, ada yang dicoret silang, ada yang dikoreksi susunan alenianya, ada terkoreksi judul, ada yang terkoreksi kesimpulan dan banyak lagi kata Sudirman Teba. Tetapi ternyata sebagian besar yang berkenan mematuhi saran saran untuk perbaikan menurut beliau, umumnya tulisan itu benar benar di muat di Harian Kompas dalam waktu yang tak terlalu lama.
Sebenarnya sih banyak mereka yang banyak mendapatkan kesulitan untuik menembus tulisan di Kompas itu lalu diberikan beberapa petunjuk dan merekapun berkenan mengoreksi mulai dari konten, dibanding judul serta kekayaan informasi, lalu banyak sekali kawan kawan yang tulisannya jadi pendek, karena menurut si pengoreksi banyak kata kata yang tidak informatif, tidak lkaya dengan analisa, justeru bertentangan sendiri dari satu kalimat ke kalimat lain. Saya dengar juga bahwa Azyumardi Azra walaupun jarang senyum dan rada kurang pandai memuji itu sering juga dimintai kawan kawan mengoreksi, tetapi beliau sangat slektip kata sejumlah kawan yang tulisannya belum berhasil menembus Kompast. Yah banyak kawan kawan yang sebenarnya otaknya encer tetapi ada kesulitan dalam menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar