Pengantar :
Saya ucapkan terima kasih kepada pimpinan Penertit LaBRAK yang telah berkenan menyertakan tulisan saya menjadi salah satu bagian dari enam pu;uh orang penulis lalu digabungkan dalam satu buku Pandemi Pasti Berlalu. Tulisan ini saya tampilkan di Blog ini adalah karena ternyata setelah sekian lama ini ternyata kabar yang muncul di lingkungan Grup WA khususnya dari Kelompok Pengajian yang saya ikuti yang jumlahnya mencapai angka seribu setiap kali menyelenggarakan acara virtual masih kita dikejutkan oleh munculnya berita mereka yang diknal aktif dalam pettemuan virtual itu yang mengalami sakit terkeda pandemi. Maka berarti keyakinan saya dalam tulisan saya itu bahwa jika ada perlakuan tak adil dilakukan oleh Mereka yang Menguasai Ekonomi dan Pemegang Kekuasaan maka musibag semisal pandemi ini akan tetap ada ditambah dengan musibah musibah lainnya. Menurut Islam ada satu lagi penyebab musibah diturunkan adalah juga karena ulama dan cerdik pandai tak hendak akan bicara terkait ketidak adilan ini, ada tiga pihak yang mengundang malapetaka semisal pandemi dan musibah lainnya, yaitu manakala Orang kaya, rezim Penguasa serta Ulama dan Ilmuan tidak mengambil peran maka musibah tak akan terbendung. Wallohua'lam bishowab.
Oleh FACHRUDDIN DANI
SEBAGAI MANUSIA YANG
BERTUHAN maka wajar saja bila memiliki
sebuah keyakinan bahwa segala sesuatu akan terjadi atas ijin Allah Swt. Berdasarkan
petunjuk Allah melalaui Wahnya maka Allah tidak menginginkan turunnya
malapetaka tetapi manusia itu sendiri yang telah melakukan sesuatu kerusakan. Kerusakan
demi kerusakan akan menghadirkan sesuatu yang tercatat sebagai sebuah
nalapetaka. Salah satu malapetaka yang diabadikan dalam al-Quran adalah hancurnya
kota Irom, yaitu sebuah kota yang paling indah di dunia. Jika sekarang ada
malapetaka maka yang terbesar diabbad ini bernama Pandemi Corona, yang sempat
dipopulerkan dengan singkatan covit, tetapi belakangan disebut dibenarkan
dengan covid 19.
Sejatinya kita telah
akrab dengan istilah singkat bernama corona, tetapi tiba tiba menyusul seolah
pembenaran menjadi covit sebagai singkatan dari Certivikate of Vaccination Identification
With Artivicial Intelligence. Tetapi
buru buru WHO meralat atau mengkoreksinya dengan mengeluarkan istilah resmi
bahwa virus ini secara resmi di namakan Covid 19. CO merujuk pada corona, VI
merujuk pada virus, D merujuk pada
disease atau penyakit.
Sayang sekali
masyarakat dunia seolah menerima kebenaran keduaduanya, padahal seharusnya
keterangan terakhir merupakan koreksi bagi kekeliruan informasi awal. Sekali
lagi ini adalah masyarakat dunia, yang ternyata tak mempan dengan kata kata. Padahal
terkait dengan Pandemi ini yang dibutuhkan adalah perubahan untuk meninggalakan
sejumlah perangai buruk. Itulah sebabnya kita harus mau belajar kepada sejumlah
perangai buruk yang biasa dilakukan oleh penduduk kota Irom yang diabadikan
dalam al-Quran itu.
Banyak orang kaya
berebut memesan kaplingan dan rumah hasil pahatan sebuah bukit super raksasa.
Pahatan bukit itu sangat terencana sehing ventilasi berhasul membagikan udara
yang merata dari atas, samping maupun dari bawah. Dalam bukit memang bertebaran
batu tua yang mampu memantulkan cahaya
tembus meratakan sinar. Tetapi aneh bin ajaib orang tak mampu melihat aktivitas
apapun di balik dinding rumah yang juga batu pahatan. Penduduk kota Irom
sebagai kota besar indah dan mewah serta modern itu hanya di huni olwh orang
pintar dan kaya raya.
Sayang dengan
kepintaran serta kekayaan mereka, mereka sangat terampil membuat ceritera
ceritera bohong, orangpun akan percaya dengan apapun yang mereka bualkan.
Jangankan orang lain, mereka yang membuat ceritera bohong itu juga terpengaruh
oleh kebohongannya sendiri. Kebohongan demi kebohongan berhasil mereka bangun
sehingga dirasakan sebagai kebenaran adanya.
Sudah banyak kerusakan
yang mereka alami, akibat dari kebohongan yang mereka buat sendiri, tetapi
mereka tak juga mampu mengehntikan pembuatan berita bohong. Cerita bohong jika
tak muncul dari depan, akan keluar dari belakang, jika tak keluar dari bawah
dia akan muncul dari atas. Bagi masyarakat setempat cerita bohong akan jauh
lebih benar dari apa yang sebenarnya.
Dikatakan bahw ujungnya
kota itu selalu saja mendapatkan serangan gempa halus sesekali, gempa yang nyaris tak terasa. Letapi lalu
sering dan agak terasa. Mereka hanya tertawa tak percaya. Krisis kepercayaan
membuatbudaya mereka hancur lebur dan tak tahu lagi harus ke mana mendapatkan
deduatu yang bisa dipercaya. Mereka tak tahu ke mana harus melangkah agar tak
tertipu. Tsak ada lagi kata kata selain dusta. Jika dahulu dusta membuat mereka
menjadi kayaraya dan bahagia. Kini akibatnya adalah mereka merana dan putus
asa.Ketika ada gempa dahsyat mereka hanya tertunduk, ketika menengok wajah
orang sebelah, nampak sebagai wajah penipu, jangankan wajah orang lain,
wajahnya sendiripun tak lebih dari wajah seorang penipu, mengarang ceritera dan
prngada ada, yang tak layak dipercaya.
Dalam al-Quran hanya disebut dalam al Fajr 7-8, penduduknya terkubur
serentak, hnya ditutupi reruntuhan batu tua, dan dihiasi tetumbuhan perdu yang
berakar kuat, ada tersimpat ribuan satu ceritera, ceritera hoax paling lengkap
di dunia. Ketahuilah
di atas reruntuhan ratus(an) tahun kemudian kembali berdiri perumahan elit
hanya dihuni oleh orang orang pilihan, mereka menguasai ilmu pengetahuan dan
sekaligus menguasai perniagaan. Merka membangun sebuah kota terinindah di dunia,
gedung mewah tertinggi yang belum pernah
ada di waktu itu. Sayang gedubf gedung itu dibangun dengan cara memanipulasi
segala timbangan dan ukuran, sehingga gedung mewah yang dikatajan akan mampu
berdiri sepanjang abad, tiba tiba runtuh di saat tak trduga duga. Kota Irom
dalam nama yang sama, dengan prestasi yang sama dengan keindahan yang sama
ujungnya berakhir dengan cara yang sama pula. Saksikan
nanti bahwa kota Irom ysang telah dibangun dan emnajdi kuburan permanen denagn
segala tipuan, nantinya hanya bisa diungkap dengan cera kejujuran belaka.
Pandemi Covid 19 di
mata para ahli agama atau ulama, merupakan peringatan dari Allah. Silakan saja
intelijen ikut melakukan pengamatan dan penelitian dengan caranya yang khas,
dalam waktu persamaan, kesehatan melakukan kajian kajian, dan juga secara diam
diam dunia bisnis melakukan kajian, dunia politik melakukan kajian kajian
politik serta memahami akan ada perubahan yang signifikan, boleh boleh saja
dunia sejarah dan filsafat membuka kembali lrmbaran serah manusia dan
mendalami, mengkaji seta memfotmulasi pemjkjran segar untuk memudahkan
pemahaman atas sebuah opermasaahan agar setiap seseorang mampu berfijir,
bersikap, barbicara dan berbuat bijak, meletakkan kebenaran di atas segala
galanya. Silakan saja seseorang mau berpuisi, untuk memahami sesuatu yang pelik bisa dipahami dengan
segala kesederhanaan, keterbatasan seseorang, agar bisa dimafhumi dengan segala
keindahan dan kegembiraan. Sila-silakan saja.
Tetapi bila sutuasi
yang pekik ini direspon untuk mengambil keuntungan yang banyak, diniatkan untuk
menyesatkan orang banyak, mengusai orang banyak, menyingkirkan orang orang
tertentu yang tak mau dipengaruhi, membuat masyarakat yang semula hanya
dihimpit oleh maslah kesehatan yang mencekam, lalu meningkat menjadi takut
bicara, takut berpendapat, takut berbeda dan juga takut berserikat, bahkan luga
mereka takut untuk bermimpi. Bila itu yang terjadi, maka hampir dapat
dipastikan ada yang keliru yang dilakukan oleh pihak yang berkuasa, penegak
hukum, ilmuan, atau ada idiologi yang keliru yang dianut dan disanjung sanjung,
baik langsung maupun tidak langsung.
Jika ada niatan dan
mskdud mendapatkan keuntungan secara apapun, dan secara abadi ingin berada di
puncak keuntungan itu maka nampaknya informasi yang menyesatkan dan bekerjasama
dengan pihak pihak yang gemar bersikap dan bertindak melanggar atuaran dengan berbagai
dalih. Akan menumbuhsuburkan beredarnya berbagai berita bohong.
Virus pandemi ini
dikatan bahwa manusia adalah sebagai
sasarannya, adalah manusia juga yang menjadi media penularannya, dan hebatnya
lagi sikap manusia terkait hal ini ternyata sangat sulit untuk dipersatukan,
dan dalam waktu bersamaan manusia sangat gampang menerima lnformasi walaupun
setajam apa kontroversinya informasi informasi yang memang sengaja sisebarluaskan
secara masif itu. Situasi semacam ini bukan hanya terjadi di negeri ini,
tetaspi juga terjadi di negeri lain, secara merata.
Konon hal semacam ini turun secara priodik
dalam kurun berabad lamanya lalu muncul kemabli. sehingga menjadi manusiawi manakala kita lalu
melupakan pristiwa pristiwa penting ini. Aneh bin ajaib, prstiwa yang
seharusnya menjadi pelajaran ini justeru begitu mudahnya untuk dilupakan. Semudah
manusia saling memperdaya sesama dengan kehadiran covid 19 ini, ini dibuktikan
dengan adanya pihak pihak yang konon berhasil meraup keuntungan, di
banyak negara tidak jarang mereka bagaikan berebut menghapus dan meniadakan berbagai anggaran dan menunda berbagai proyek untuk
kepentingan covid ini. tetapi tidaklah semudah menggeser anggaran dalam
menyelesaikan pertmasahannya, mudahnya menaikkanan anggran, tetapi tak semudah
itu untuk menurunkan angka statistik paparannya nya. Begitu mudahnya orang
menyebarkan berita berita hoak, tetapi tak semudah itu masyarakat mau menerima
ujaran aparat.
Tersebar tulisan di
sebuah media terkemuka, bahwa virus masih akan berlangsung lama, dan akan
menjalar hingga separuh penduduk. Tulisan itu tak ada yang membantah, kita
menunggu bukti bukti sejarah. Tetapi diam diam banyak orang akan percaya, nanti
pada saatnya, bila hoax bisa di berantas maka vaksin murahpun akan mudah
didapat. Itu terjadi ketika penyebar hoax sadar diri.
Jika boleh kita
memperkuat dugaan, nanti akan sulit bagi bngsa manapun untuk menguasai serangan
pandemi ini manakala kebijakan kebijakannya tercemar oleh informasi hoax, atau
ada tujuan tujuan tertentu yang walaupun dengan dalih pandemi, tetapi bukan
masalah pandemi sebagai tujuan utamanya, sehingga tak secara signivikan itu
berpengaruh pada upaya memperkecil berkembangnya pandemi ini. Apalagi mengatasi
pandemi dengan cara menbar hoax. Lalu membalas hoax dengan hoax, selain kita
gagal menghambat arus berkembangnya pandemi, justeru kita akan menghadapi
masalah lain yang tak kalah berat.
Namun demikian toh
Tuham Maha Bijaksana dan Pengampun, maka selaku manusia yang bergama maka wabah
pandemi ini sejatinya para manusia hendaknya bersegera memohon ampun serta
berusaha melaksanakan printah serta menjauhi segala larangan Nya, serta
melakukan berbagai perubahan sesuai ajaran dan tuntunanNya. Dengan demikian
maka kita akan yakin bahwa pandemi akan berakhir adalah dengan kasih sayang Tuhan Yang Maha Pencipta,
setelah manusia mampu mewujudkan berbagai perubahan.
Di negara negara maju
yang berhasil mempertinggi kualitas dan angka pendidikan, serta menguasai
teknologi dan bermunculan berbagai aliran filsafat yang yang menjadi kekayaan
wacana manusia dari berbagai aspeknya, panutan manusia dengan berbagai kekayaan
teorinya dan methodenya. Sehingga hyaris tak ada aspek yang belum tersentuh
oleh penelitian yang didukung dengan berbagai kompetensi akademis. Tetapi kita
akan dicengangkan karena mereka yang mencapai angka akademik yang tinggi
itu justeru ditandai pristiwa kematian bunuh diri. Pristiwa bunuh diri itu tidak terlampau
menjadi berita yang dibesar besarkan karena mereka yang mengakhiri hidup nya
secara bunuh diri itu justeru dilakukan oleh orang orang yang terbilang sukses.
Dan teknik bunuh diripun semakin lembut atau ramah menajadi wajar saja.
Mereka memiliki saham
yang besar sekali bagi berbagai upaya untuk mencapai kebahagiaan tetapi justeru
mereka tak mencapai kebahagian kebahagiaan itu. Mereka iri melihat kebahagiaan
yang diraih berbagai manusia kelompok dan Bangsa padahal mereka belum sepenuhnya
mengakses alat alat mencapai kebahagiaan itu.
Untuk mengantisipasi
terjadinya pristiwa bunuh diri itu di negara negara maju sebenarnya telah lama bermunculan buku buku filosofi kematian,
bahwa mereka yang memiliki pendidikan serta prestasi tinggi dianjurkan
untuk mengikuti pelatihan yang kontennya
filosofi kematian serta sesatnya mereka yang melakukan upaya bunuh diri
sementara karya karya mereka sangat dibutuhkan oleh masyarakat dunia. Padahal
sudah seringkali terkuak bahwa mereka yang
mengaskhiri hidupnya demham bunuh
diri itu ingin sekali berdialog dengan siapa sebenarnya yang menguasai alam
ini. Karena dunia ini penuh misteri, sudah banyak mereka yang menukis filsafat
untuk menguaknya, tetapi tetap saja pemikiran mereka tak mampu memberikan
jawaban. Misteri itu bernama kebahagiaan. Mereka yang mengejar kebahagiaan
dengan teknologi itulash setelah berdialyang justeru seringkali melahirkan
berbagai malapeta. Sering terbetik dihati mereka bahwa kebahagiaan akan didapat
setelah melakukan dialog dengan penguasa jagad
raya, tetapi sayangnya dialog itu justeru akan terjadi manakala
seseorang itu melalui sebuah pristiwa yang bernama kematiuan. Itu salah satu sudut permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat negara maju
yang sangat menguasai sain dan teknologi serta suburnya pemikiran falsafah yang
mereka panuti.
Terkait masalah pandemi
ini ternyata negara negara maju itu
justeru lebih banyak yang mengalami kematian akibat pandemi ini. Selain
mengalami kematiang yang lebih tinggi, apa lagi negara negara maju yang
berhasil mencapai ketinggian sain dan teknologi serta kajian dan pemahaman
filsafat itu ternyata diam diam saling
menuduh antara satu dengan yang lain, umpamanya antara Amerika dan China saling
menuduh menjadi penyebab taburnya senjata biologis yang mereka miliki masing
masing. Bahkan mereka sudah mengajukan
klim gugatan yang ona menghinggapi banyak orangsatu ke yang lain. Bagi negara
yang tak memiliki senjata biokogis karena tak mampu membuat atau nenbeki akan
sulit nebgikuti perselisihan itu. Tentu lebih baik mengobati rakyatnya yang
terken pandemi atau mengantisipasinya dengan lockdown ata menyuntikkan vaksin
corona.
Maka wajar saja jika
banyak negara yang terombang ambing karena kasus ini memang telah ditunggangi
oleh berbagai kepentingan antara lain kepentingan bisnis dan juga kepentingan
politik. Demikian pula kemajuan sain dan
tejnologi serta pemikiran filsafat. Sejatinya merupakan keyakinan bahwa manusia
akan mampu menjcapai kebahagiaan itu selain dengan keindahan serta kedalaman
falsafah sebagai perwujudan kemampaun bernalar ala mereka terjemahkan dengan
kemampuan sain dan teknologi untuk mewujudkwn kebagiaan itu. Tetapi lebih lanjut mereka mengira
kebahagiaan itu harus didukung dengan menciptakan, memiliki dan bahkan
menguasai. Tatapi sayang sekali ternyata itu semua seperti tak akan berakhir
dengan peperangan setelah mencapai banyak kemajuan, peperangan itu benar benar
saling menghancurkan, pada peperangan
yang luas. Yang Akan berhenti manakala
musuh dikalahkan atau sepakat gencatan senjata untuk membangun peperangan baru,
Itulah sebabnya maka
aada pihak yang berani memprediksi bahwa kasus corona ini akan berlangsung lama
dan dalam situasi yang demikikan itu akan membuka kesempatan virus corona akan
menghimnggapi separoh penduduk dunia. Dan ini besar kemungkinan akan terjadi
manakala perang masih akan terjadi, walaupun bukan antar negara, tetapi
peprangan itu terjadi di negara masing masing, utamanya perang produk, lalu
meluas ekonomi hingga kekuasaan, dan sangat mungkin perang ideologi. Karena
peperangan dalam internal suatu Negara bisa saja terjadi sejatinya untuk
kepentingan penguasa ekonomi dunia. Seperti apa yang kami uraikan di awal awal
pembahasan. Apalagi bagi sebuah Negeri seperti Indonesia yang sarat kekayaan
alam ini. Bila bila tidak hati hati maka akan menjadi bancakan Negara Negara
yang bermental ekspansionis. Dalam situasi seperti itu maka kopid akan sulit dihilangkan,
setidaknya butuh waktu lama sekali.
Kita tidak memiliki
dana yang cukup untuk melaksanakan lockdown,
maka dibuat agak loanggar sehingga diharapkan laju perekonomian tetap
berjalan, dan masyarakat bisa menyesuaikan waktu dengan petugas daslam
kedisipilinan sesui protokol kesehatan. tetapi tetap saja perekonomian tak selencar, selancar
yang diharapkan.
Sangat disayangkan
dalam waktu bersamaan pristiwa politik nampask terlampau banyak, padahal
sebelumnya telah terjadi pengetatatan dalam peribadatan, selain jama’ah harus
cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak.
Berikutnya masjid benar benar ditutup tak boleh sholat jum’at dan
tarawih. Sayang sekali pada saat itu Pemerintah tak melakukan sosialisasi yang
berarti. Puncak kebingungan masyarakat sebenarnya adalah ketika melaksanakan
sholat Iedul Fitri dan Idul Adha tahun
2020, di mana masyarakat diminta agar melaksanakan sholad Iedul Adha di rumah masing masing. Barangkali ini semua berlangsung tampa
penjelasan dan sosialisasi yang berarti, atau mereka menemukan sesuatu yang
berbeda. Selain tak ada sosialisasi yang memadai terlebih lagi pada saat itu
terjadi pembiaran sehinggo beranekaragam cara orang melaksakan perayaan Idul
Adha. Tetapi ternyata tak ada koreksi dan petunjuk dari sehingga kesimpulan
sementara yang negatip oleh masyarakat awam. Dalam waktu bersamaan Pemerintah
masih belum mampu menghapus berbagai
kontroversi termasuk dlingkungan Pemerintah sendiri, termasuk sering munculnya
perbedaan antar sesama aparat kesehatan,
kentara sekali akan kehadiran kepentingan bisnis dan politik hadir di situ.
Seperti ada maksud msksud tentu, yang samar. Dan dalam waktu bersamaan sangat
nampak terjadi hubungan yang kurang harmonis.