AKAL SEHAT ITU TERDAPAT PADA HATI YANG SEHAT. Sehatkan hati atau qolbu kita, dalam era virus corona alias Covit-19 ini adalah salah satu peluang untuk dijadikan alat bantu. Sebelumnya saya ingin menyampaikan rumus dari seorang yang terkenal "aalim Billah, Syaichul Islam Ibnu Thaimiyah dalam bukunya Tibbul Qulub terjemahan Abdullah Rosdi Ridwanullah diterbitkan oleh Pustaka Barokah Solo, th 2005. Disebut dalam buku itu bahwa ada hati yang hidup, ada hati yang mati. Ada hati yang Bangun dan ada pula hati yang tidur, ada hati yang sehat dan ada hati yang sakit. Marilah kita evaluasi diri sejujur jujurnya, m,asuk dalam kategori yang mana hati kita itu : (1). Sehatkah, atau (2) sedang Bangukah, (3) masih hidupkan, atau (4) atau sakitkah, atau (5) saedang tidurkah, atau (6) sudah matikah. jadi dalam versi Ibnu Tahimiyah kita ada kemungkinan sedang mengalami salah satu atau diantara 6 kondisi.
Hati yang yang kita miliki semoiga saja dalam keadaa sehat. Hati yang sehat akan menghantar seseorang mampu mengambil sebuah keputusan dengan penuh keyakinan, tetapi untuk meyakini hati kita sehat kita harus melampau sejumlah kondisi hati, yaiutu hati bangun, hati yang hidup, hati yang sakit, hati yang tidur, serta hati yang mati. Bila kelima kreteria hati itu kita lampaui, maka berarti hati kita benar benar sehat.
Hati kita disebut hati yang sehat manakala hati kita dealam keadaan bangun, hati disebut bangujn manakala kita selalu ingat kepada Allah, segala Keputusan kita Berdasarkan Atas keyakinan bahwa itulah yang dibenarkan Allah, atau akan membuat kita akan lebih dekat dengan Allah. Jika kondisi hati kita seperti itu, maka berari hati kita dalam posisi bangun maka Insya Allah kita bisa mencapai hati yang sehat. Bila tidak sepenuhnya keputusan itu bulat berdasarkan keyakinan kita kepada Allah, maka kemungkinan hati kita sejatinya hati kita masih hidup.
Hati kita terbilang masih hdup manakala kita masih memiliki semangat dan kemampuan menambahkan ilmu pengetahuan, masih mampu menganalisa dan masih mampu memberikan berbagai pertimbangan, unsur objektivitas mengungguli unsur subjektivitas. Sehingga apa yang kita simpulkan ternyata benar adanya dan banyak diikuti oleh banyak orang dalam ragam ragam posisi orang. Tetapi jika itu belum tercapai dan masih dikusai kepentingan dan pertimbangan subjektif, maka kita berharap hati kita ebatas sakit. Saja.
Hati kita terbilang sakit manakala kita memilih dan memutuskan sesuatu secara ragu ragu, atau menyembunyikan kebenaran objektif serta mempertahankan subjektivitasnya. Ciri ciri ciri orang yang ragu ragu adalah lebih menonjolkan pertimbangan subjektivitasnya dibanding objektivitasnya. Dan keinginan lebih menonjol dibanding kebenaran. Tetapi kita akan lebih parah lagi manakala hati kita ternyata tidur.
Hati kita disebut tidur manakala sering mengalami kelalayan, seseorang akan mengalami kelalayan manakala gagal memahami kebenaran objektif, dan berkecendrungan dan berpihak kepada keinginan subjektifnya. Sehingga berkali kali melakukan kesalahan, tetapi selalu memperttahankan kesalahan itu sebagai kebenaran. Jika itu yang kita alami maka sejatinya kita dalam keadaan parah, tetapi ada yang lebih parah lagi, yaiyu bila hati kita sedang mengalami mati.
Kita akan dikategorikan sebagaio memiliki hati yang mati, manakala kita tak lagi memiliki keinginan untuk menambah atau mengembangkan ilmu. Tetyapi dalam banyak uraian bahwa, hati yang mati, hati yang tidur, hati yang sakit, hati yang hidup dan hati yang tidur sebenarnya masih bisa kita pulihkan dengan zikir kepada Allah dan selalu berdoa kepada Allahg SWT, kita minta agar hati kita sehat, karena dalam hati yang sehat terdapat akal yang sehat pula.
Wallohu a'lam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar