PERKOKOH IMAN DENGAN ILMU.
USTD. GHONI, dalam khutbahnya menjelaskan bahwa keimanan
itu harus kita jaga dan pelihara secara terus mnerus, hingga akhir hayat. Dan
salah satu cara yang utama adalah selalu menambahkan dan memperkuat Ilmu Pengetahuan. Apa yang disampaikan oleh
Khotob kita untuk kali yang kedua dalam penyelenggaraan Sholat Jum’at di Masjid Al-Jihad Perumahan korpri Sukarame
Bandar Lampung Jum’at 12 Juni 2020
kemarin.
Apa yang yang disampaikan oleh Ustd. Ghoni adalah sejalan
dengan apa yang sedang diperjuangkan oleh Masjid Al Jihad selama ini dan sangat
mewarnai semangat perjuangan walaupun dengan langkah tertatih
tatih.Bahwa ilmu adalah sesuatu yang
sangat dibutuhkan dalam upaya memahami Iman. Walaupun sesungguhnya posisi ilmu
dan iman itu berada pada jalur yang berbeda.
Dalam rangka memperkuat posisi iman, semula pemikiran
ilmu tidak dibutuhkan, tetapi setelah bersentuhan dengan budaya serta agama
lain, nampaknya kita kita harus mencoba menjelaskan sesuatu berdasarkan
pemikiren mereka, maka pada saat itu pula pemikiran ilmu itu menjadi
dibutuhkan, karena banyak orang Islam juga yang beranjak dari ilmu untuk
memahami iman Islam.
Kalau ingin mengatakan bahwa ilmu dan iman adalah sama
sama merupakan instansi pencari kebenaran, maka kebenaran ilmu disyaratkan
dengan kemampuan pembuktian secara empiris atas teori yang dijadikan dalil.
Dengan demikian maka kita diharuskan untuk mampu membuktikannya secara empiris,
atau tertangkap oleh peralatan indera manusia. Mana mana hal yang yang diakui
kebenaran dan keberadaannya tetapi tidak mampu dibuktikan secara empiris, maka
hal tersebut bukan lagi kewenangan ilmu,
tetapi sudah menjadi dunianya filsafat.
Filsafat itu merupakan instansi yang berupaya mencari
kebenaran dengan cara berfikir secara radik, yaitu mencari dalil hingga ke
masalah yang paling mendasar. Instansi filsafat dibutuhkan oleh manusia, karena
manusia banyak mengakui kebenaran atas sesuatu, tetapi tidak mampu dibuktikan
secara empiris. Umpama membahas tentang waktu, keadilan dan sebagainya. Tetapi
justeru bermula dari pemikiran pemikiran filosofis itulah maka lahirnya
berbagai ilmu atau disiplin disiplin ilmu.
Itulah sebsabnya maka dalam membahas ilmu hukum, maka
kita beranjak dari filsafat huku, dalam membahas Ilmu ekonomi maka kita
beranjak dari filssfat ekonomi. Dalam membahas ilmu hukum, maka kitaharus
berabjak dari Filsafat Hukum, dan seterusnya. Oleh karena itu seorang Sarjana hukum tidak layak mengaku sebagai
orang yang paham hukum, manakala belum lulus mata kuliah Filsafat hukum, dan
bagi Sarjana Hukum yang kurang memahami dan menguasai Filsafat Hukum maka akan
mendapatkan kesulitan manakala akan mengambil profesi sebagai Pembela Hukum.
Namun ciri pemikiran filsafat itu adalah pemikiran yang
bebas sebebas bebasnya. Itulah sebabanya bila kita mengumpulakn dua atau lebih
ahli filsafat diminta untuk membahas sesuatu maka pendapatnya akan sama,
berbeda dan mungkin juga akan bertentangan. Bila ahli ilmu brbeda pendapat
dalam suatu masalah, mereka akan saling menidakkan, tetapi perbedaan perbedaan
dalam dunia filsafat tetap saja akan disambut dengan saling menghormati dan
adanya kebenaran yang dimiliki pendapat lain.
Bila para ahli Filsafat diminta membahas tentang agama, maka
hasilnya terbuka kemungkinan akan menghasilkan kesimpulan yang sama, bisa
berbeda dan bisa juga bertentangan. Bila filsafat membahas tentang Tuhan maka
hasilnya bisa sama mengetahui akan adanya tuhan dan mematuhinya, bisa mengakui
akan adanya Tuhan tetapi tidak merasa harus mematuhiny, seperti faham deisme
dan theisme dan masih banyak lagi kemungkinan kmungkinan yang lain, karena
metode filsafat memungkinkan kita memilikiatau menmambahkan pemikiran filsafat
yang berbeda dengan pemikiran dan pemahaman yang ada.
Jika ingin belajar agama,
sesungguhnya gunakanlah iman. Jika kita beriman dahulu, baru menelusurinya
melalui jalur kebenaran ilmu lalu filsafat dan terakhir iman.Kita memang bisa
mengalami percepatan Ada juga yang
dipelajari secara ilmu, lalu meningkat filsafat dan puncaknya adalah iman. Yang
pertama dialami oleh anak keturunan Muslim, sedang yang kedua adalah muallaf.
Keduanya memang sampai pada teloz, keimanan dengan ciri kesanggupan atau
kemampuan bersaksi. Walaupun nanti akan sangat tergantung kepada upaya
pendalaman. Bagi mereka sebagai keturunan Muslim sejak kecil kulitas keduanya
akan sangat tergantung kepada upaya pendalaman yang dilakukan.
Secara struktur budayawi
bagi mereka sebagai anak keturunan Muslim akan lebih mudah dalam menerimanya,
itulah sehingga bagi muallaf seperti enemuh jalan lambat bahkan penuh onak dan
duri sehingga penuh perjuangan, tetapi ini nanti akan mengesankan muallaf
memiliki keyakinan yang lebih kokoh karena harus melalui onak dan duri.
Tetapi kembali kepada
konteks dan judul tulisan ini akan dikatakan bahwa Ilmu dan juga nanti Filsafat
memang sangat dibutuhkan dalam memelihara keimanan ini, walaupun sejatinya
terkait hubungan dengan mereka non muslim, tetapi juga sejatinya memeberikan
penguatan juga mereka yang memang sejak semula dilahirkan dan dibesarkan di
lingkungan keluarga muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar